Rangkuman pp (ananda novan 11.2)

 A. Potensi dan penyebab konflik di tengah keberagaman masyarakat indonesia.

1. Keberagaman Sosial Budaya, Ekonomi, dan Gender Masyarakat Indonesia

Ada beberapa pokok keberagaman yang dapat kita ketahui dan pelajari sebagai bentuk keberagaman yang ada di Indonesia, yaitu keberagaman dalam hal sosial budaya, ekonomi, dan gender.

a. Keberagaman sosial budaya pada masyarakat

Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai golongan, suku, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Mereka hidup tersebar di berbagai wilayah Negara Indonesia. Mereka juga hidup dan berinteraksi dengan masyarakat internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Masyarakat ini juga disebut dengan masyarakat multikultural.

Secara sederhana, masyarakat multikultural dipandang sebagai masyarakat yang memiliki beragam kelompok sosial dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda-beda. Masyarakat multikultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri atas berbagai golongan, suku, etnis (suku bangsa), ras, agama, dan budaya. Dalam masyarakat multikultural, perbedaan sosial, kebudayaan, dan suku bangsa dijunjung tinggi. Namun, hal itu tidak berarti bahwa ada kesenjangan atau perbedaan hak dan kewajiban antarkelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa. Masyarakat multikultural tidak mengenal perbedaan hak dan kewajiban antara kelompok minoritas dan mayoritas, baik secara hukum maupun sosial.

Bangsa Indonesia telah mendapatkan begitu banyak pelajaran untuk menciptakan sebuah harmonisasi dalam keberagaman sosial budaya.

Sejak negara ini berdiri, banyak pihak telah mencoba untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun demikian, hal tersebut dapat diatasi dengan perjuangan seluruh warga Indonesia. Berdasarkan pengalaman tersebut, kesadaran dan usaha tiap warga negara untuk menciptakan harmonisasi dalam masyarakat

multikultural menjadi sangat penting.

Kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia majemuk, seperti beragamnya suku bangsa dan budaya. Jika tidak ditanggapi secara bijak dan positif, keberagaman suku bangsa dan budaya yang ada akan berdampak negatif, seperti timbulnya pertentangan antarbudaya dan munculnya konflik antarbudaya. Jika kita tidak dapat saling menjaga dan menghargai, keberadaan unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam masyarakat.

b. Keberagaman ekonomi masyarakat Jumlah penduduk Indonesia mencapai 275 juta (Laporan

Ditjen Dukcapil Kemendagri tentang jumlah penduduk Indonesia pada semester 1 tahun 2022) dan tersebar di pulau-pulau di seluruh wilayah Indonesia. Wilayah yang ditempati memiliki kondisi geografis yang berbeda dan bervariasi pula. Contohnya, ada yang bertempat tinggal di daerah pedesaan dan perkotaan. Masyarakat pedesaan biasanya merupakan masyarakat yang memiliki kelompok sosial yang kecil. Terkadang disebut dengan masyarakat tradisional. Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan/wilayah/teritorial kecil yang biasanya disebut masyarakat setempat. Biasanya, dalam kehidupan ekonominya, masyarakat perdesaan mengerjakan pekerjaan dengan mengolah lahan milik sendiri atau orang lain. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka umumnya menjual hasil olahan lahan mereka ke sekitar tempat tinggal, bahkan ke kota.


Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat dengan kelompok sosial yang lebih besar dan kompleks. Masyarakat perkotaan umumnya memiliki pemikiran yang lebih rasional, bersifat individualistis, dan menjadikan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan politik Kehidupan ekonomi masyarakat kota lebih beragam. Penduduk kota juga cenderung mencari pekerjaan sesuai dengan pendidikall atau keahlian yang dimiliki. Penghasilan yang mereka dapatkan pun cenderung lebih besar dari masyarakat pedesaan. Dari harmoni yang dimiliki oleh masyarakat desa dan kota, dapat ditemuka produksiasi dalam keberagaman, sepsa anakata, denukaran hasil produksinya. Masyarakat desa dapat menjual hasil olahan lahanny ke kota. Demikian pula sebaliknya, masyarakat kota dapat membel keberagaman hasil masyarakat desa atau menjual hasil produksi untuk digunakan oleh masyarakat desa misalnya traktor, mesin penanam padi, mesin penebar pupuk, dan penyemprot hama.

Berbagai tindakan ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi, dilakukan untuk menunjang kehidupan masyarakat. Tindakan tersebut dilakukan, baik dengan orang-orang di daerah asal maupun di daerah lain. Dalam kehidupan ekonomi di Indonesia, interaksi dengan daerah lain sangat dimungkinkan terjadi karena tiap daerah memiliki sumber daya alam yang dan mata pencarian yang berbeda-beda.

c. Keberagaman gender pada masyarakat

Keberagaman masyarakat Indonesia juga mencakup keberagaman gender. Di dalam sosiologi, gender mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. World Health Organization (WHO) memberi batasan gender, yaitu seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dalam suatu masyarakat.

Gender juga dapat dilihat sebagai pembagian peran kedudukan dan tugas antardaki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas, sesuai norma-norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Adapun dalam beberapa kasus tast situasi perana masyarakat Anda berpengaruh terhadap prestasi kekuasaan

berarti jenis kelamin. Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal , status sosial, dan kesempatan untuk maju. dari nilai dan tingkah laku (Neufeldt (et), 1984).

Terkait pengertian gender ini, Mansour Fakih (2008) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan kultural. Adapun perubahan ciri dan sifat yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender.

Sejarah perbedaan gender antara seorang laki-laki dan seorang perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh beberapa hal, seperti kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kondisi kenegaraan. Dengan proses yang panjang ini, peran berdasarkan perbedaan gender akhirnya sering dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang bersifat kodrati atau seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat diubah lagi. Inilah sebenarnya awal mula munculnya ketidakadilan gender di tengah masyarakat.

Dalam kehidupan sosial kultural masyarakat Indonesia, laki-laki cenderung dipandang lebih tinggi derajatnya dan lebih mudah memiliki gerak sosial dibanding perempuan. Contohnya, seorang perempuan yang tinggal di desa dan memiliki pemikiran yang sederhana merasa perannya hanya sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut merupakan dampak pandangan masyarakat sehingga dapat menghambat kegiatan dan perkembangan pola pikir seorang perempuan. Namun, kesadaran individu terhadap pentingnya persamaan gender perlu ditumbuhkan Jika setiap individu memiliki kesadaran terhadap pentingnya persamaan gender, niscaya, dalam masyarakat akan tumbuh konstruksi sosial yang adil dan tidak bias gender.

Kesadaran terhadap keadilan gender menjadi langkah awal untuk menjamin kesamaan martabat antara laki-laki dan perempuan Kaum perempuan harus menyadari bahwa ketidakadilan gender bukanlah kodrat, melainkan konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat.

Ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inequalities) dalam struktur ketidakadilan masyarakat secara luas. Perbedaan gende tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gende (gender inequalities). Ketidakadilan gender termanifestasikan dala berbagai bentuk ketidakadilan, seperti berikut. 1)

Marjinalisasi, yaitu suatu proses peminggiran akibat perbeda jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan ekonom Marjinalisasi menggunakan asumsi gender tampak misali dalam anggapan bahwa perempuan berperan hanya sebag pemana nafkah tambahan. Marginalisasi dapat bersumber pemahaman sosial budaya, misalnya suku tertentu tradisi untuk tidak memberikan hak waris kepada perempuan.

Selain itu, ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu bersekolah karena tugasnya adalah di dapur. Hal ini secara tidak langsung merupakan proses pemiskinan dengan alasan gender.

2) Subordinasi, yaitu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Dalam hal ini, peran perempuan dianggap lebih rendah dari peran laki-laki. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi. Urusan domestik atau reproduksi ini lantas tidak mendapat apresiasi atau penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi.

3) Sterotipe (pelabelan negatif), yaitu pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah. Stereotipe sering kali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan tindakan terhadap seseorang atau sekelompok orang karena itu stereotipe memperlihatkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Dalam konteks gender, stereotipe yang sering ditimpakan kepada perempuan antara lain, perempuan dianggap cengeng, tidak rasional, emosional, dan tidak bisa mengambil keputusan penting. 

4) Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun nonfisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat, atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Stereotipe gender terkait karakter perempuan dan laki-laki akan mewujud pandangan bahwa laki- laki gagah, kuat, dan berani, sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, dan penurut. Pembedaan tersebut bermasalah ketika melahirkan tindak kekerasan karena perempuan dianggap lemah dan menjadi alasan untuk diperlakukan semena-mena.

5) Beban ganda (double burden), artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah publik, tetapi tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestik. Contohnya, seorang perempuan bekerja di sektor publik tetapi tugasnya di rumah tetap sama, antara lain masak, mencuci, membersihkan rumah, dan mengurus anak. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. Jenis-jenis ketidakadilan gender tersebut cenderung telah terjadi di berbagai tingkatan, seperti kebijakan, adat, kultur, tafsir agama, dan rumah tangga. Salah satu hal yang paling sulit diubah adalah ketidakadilan gender yang telah mengakar ke dalam keyakinan dan menjadi ideologi bagi perempuan ataupun laki-laki. Semua bentuk ketidakadilan gender tersebut tersosialisasi sehingga laki-laki dan perempuan terbiasa dan memercayai bahwa peran gender tersebut seolah-olah merupakan kodrat. Lambat laun tercipta suatu struktur ketidakadilan gender yang diterima dan terpelihara.

Upaya-upaya mengatasi masalah keberagaman gender.

2. Konflik dalam Keberagaman Masyarakat

Masalah yang dapat muncul dalam keberagaman masyarakat Indonesia adalah konflik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Secara sederhana, konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan

a. Faktor penyebab konflik

Soerjono Soekanto (2014) mengemukakan empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat, yakni perbedaan antarindividu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial.

1) Perbedaan antarindividu

Tiga orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda Antara Anda dan teman-teman sekelas pasti ditemukan perbedaa pendirian dan perasaan mengenai suatu hal, Perbedaan ini dapat menjadi faktor penyebab konflik. Contohnya, ketika belaja kelompok, Anda berpendirian jika belajar, suasana harus tenang namun, teman-teman Anda berpendirian bahwa belajar lebih baik apabila sambil mendengarkan musik. Perbedaan pendirian seperti ini dapat menimbulkan konflik antara Anda dan teman- teman anda.

2) Perbedaan kebudayaan

Apakah Anda sadar bahwa kepribadian seseorang sedikit banyak dibentuk oleh kelompok di sekitar orang tersebut berada? Baik secara sadar maupun tidak, seseorang akan terpengaruh pemikiran dan pendirian kelompoknya. Hal ini dapat menimbulkan konflik dengan orang lain. Contohnya, seorang anak dibesarkan dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kesopanan cenderung akan berbicara dengan sopan kepada orang lain. Namun, anak yang dibesarkan dalam masyarakat yang tidak memerdulikan nilai kesopanan, cenderung berbicara kurang sopan kepada orang lain. Perbedaan kebudayaan ini dapat menimbulkan konflik apabila bertemu.

3) Perbedaan kepentingan Dalam hubungan antarindividu, antara individu dan kelompok, atau pun antarkelompok, dapat terjadi perbedaan kepentingan. Kepentingan ini dapat menyangkut kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Contohnya, sebuah hutan di suatu wilayah. Bagi kelompok pengusaha, berdasarkan kepentingan bisnis, pohon-pohon dapat dipotong dan dijual sehingga mendapatkan keuntungan dan juga membuka lowongan pekerjaan. Bagi kelompok pencinta lingkungan, berdasarkan kepentingan lingkungan hidup, pohon-pohon tidak boleh dipotong agar kelestarian hutan terjaga. Perbedaan kepentingan ini dapat menimbulkan konflik.

4) Perubahan sosial

Masyarakat mengalami perubahan seiring perkembangan kebutuhan dan pengetahuan. Coba Anda perhatikan keadaan masyarakat saat ini dan keadaan sekitar 10 atau 20 tahun lalu, Tentu terlihat perubahan. Berbagai perubahan memengaruhi cara pandang sebagian anggota masyarakat terhadap nilai, norma, dan perilaku. Contohnya, perilaku remaja yang berbeda terkadang mendapat pandangan kurang baik oleh orang-orang yang lebih tua. Situasi ini dapat menimbulkan konflik.

b. Sikap yang dapat menyebabkan konflik Selain faktor-faktor yang telah dijelaskan, berikut terdapat beberapa sikap yang dapat menjadi penyebab konflik dalam masyarakat, yaitu antara lain sebagai berikut.

1) Primordialisme yang berlebihan.

Primordialisme merupakan pandangan atau paham yang menunjukkan sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak awal melekat pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama. Sikap primordialisme yang berlebihan akan menganggap suku bangsa, ras, atau agamanya lebih unggul dibanding suku bangsa, ras, atau agama lain.

2) Etnosentrisme. 

Etnosentrisme merupakan pandangan bahwa kebudayaan suku bangsanya lebih baik dibandingkan kebudayaan suku bangsa lain.

3) Diskriminasi. 

Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan antara lain warna kulit. golongan, suku, ekonomi, dan agama.

4) Stereotipe. 

Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang atau suatu golongan hanya berdasarkan persepsi pribadi atau kelompok. Sikap ini umumnya berdasarkan prasangka dan cenderung tidak tepat.

5) Fanatisme. 

Fanatisme merupakan keyakinan akan suatu hal sebagai kebenaran tanpa kepastian data dan fakta, tetapi kebenaran itu dianggap kebenaran mutlak tanpa memedulikan argumen dari orang lain.

6) Eksklusivisme. 

Eksklusivisme adalah sikap yang didasarkan pada keyakinan bahwa pandangan atau ajaran yang paling bena hanyalah pandangan atau ajaran kelompoknya dan mengangga pandangan atau ajaran lainnya tidak benar.

Komentar